Kamis, 18 Oktober 2012

DESA


BAB I
GAMBARAN UMUM TENTANG “DESA”

1.1  Pengertian
Sebenarnya cukup sulit mengartikan kata “desa” ini. Dewasa ini pengertian desa sangat banyak. Selain bersumber pada pendekatan makna desa sendiri di masa sekarang sudah berbeda. Masyarakat desa umumnya telah membuka diri sehingga mengalami kemajuan yang sangat besar. Oleh sebab itu akan di bahas di bab selanjutnya. Kata “Desa” berasal dari bahasa sansekerta yang berarti tanah air, tanah asal atau tanah kelahiran. Sedangkan para ahli biasanya mengartikan desa berdasarkan pendekatan yang mereka yakini. Seperti para ahli ekonomi mendifinisikan desa, umumnya menitik beratkan pada aspek-aspek produksi. Ahli hokum memusatkan perhatian pada tata aturan yang mengatur kehidupan manusia, terutama menekankan pada faktor luas wilayah, jumlah penduduk dan tata administrasi. Sedangkan para ahli ekologi menekankan pada keserasian lingkungan hidup yaituinteraksi manusia dengan lingkungan alam.
Para ahli sosiologi-antropologi memusatkan perhatian mereka kepada “masyarakat desa” sebagai unit social dan identifikasi unsure-unsurnya serta pola hubungan antar unsure-unsur tersebut. masalah yang di bahas meliputi lapisan social, pengelompokan soasial dan pola interaksi. Desa oleh Max Weber dikelompokan menjadi dua seperti yang dikutip dalam buku “mengenal desa dan perkembangannya secara selayang pandang”. Pengelompokan tersebut yakni, Peasants Viliage dan farmer viliage. Peasants Viliage yaitu pertanian merupakan sumber penghidupan dan cara hidup. Jadi, pertanian merupakan pekerjaan utama dan merupakan suatu keharusan(cara hidup). Sedangkan Farmer Viliage yaitu pertanian adalah salah satu usaha untuk mencari keuntungan. Ini yang sampai saat ini masih banyak di anut oleh masyarakat desa.
Disini kami menyebutkan ciri-ciri masyarakat desa secara umum menurut pendapat Rocek & Warren yakni:
·         Masyarakat desa memiliki sifat yang homogen
Masyarakat desa umumnya memiliki satu pengetahuan yang disepakati bersama mengenai nilai budaya dan tingkah-laku yang berlaku dilingkungannya. Mereka juga umumnya memiliki satu mata pencarian
·         Anggota keluarga sebagai unit ekonomi bersifat primer
Anggota keluarga yang tinggal satu rumah biasanya bukan hanya sebagai konsumen akan tetapi mereka juga ikut terlibat dalam hal mata pencarian.
·         Faktor geografis sangat berpengaruh atas kehidupan yang ada
Untuk masyarakat desa yang tinggal di sekitar pantai. Mata pencarian mereka rata-rata adalah nelayan sedangkan untuk desa yang berada di daerah yang tinggo mata pencariannya adalah pertaniaan atau perkebunan.
·         Hubungan antar masyarakat bersifat lebih intim dan awet serta jumlah anak yang ada dalam anggota keluarga lebih banyak
Berdasarkan cirri masyarakat desa yang telah dikemukakan oleh ahli, jika dilihat kepada desa pada masa sekarang mungkin hanya satu atau dua ciri-ciri yang bisa melekat. Keterbukaan masyarakat desa di era sekarang menjadikan desa itu lebih maju dan cenderung kearah kota. Beberapa teknologi juga telah dikembangkan oleh masyarakat desa. Sedangkan psikologi masyarakat desa menurut Paul Landis yakni:
Ø  Menentang terhadap orang luar dan rendah diri akibat adanya kemiskinan.
Ø  Adanya sikap otoriter dari orang tua kepada orang yang lebih muda. Ini berakibat tidak adanya kebebasan dalam mengemukaan pendapat.
Ø  Kecenderungan memikirkan dirinya dan lingkungan.
Ø  Sifat konserfatisme.
Ø  Toleransi terhadap nilai yang dimiliki bukan yang lain.
Ø  Bersikap pasrah.
Ø  Bersifat udik(pedalaman)
Psikologi masyarakat desa ini juga telah banyak mengalami perubahan. Jadi jika kita melihat ke konteks masyarakat desa saat ini mungkin hanya beberapa item saja yang melekat pada masyarakat tersebut.

1.2  Asal Mula Terbentuknya Desa
Situs-situs mengenai desa paling awal terdapat di Negara timur tengah seperti Iraq, iran, mesir dan palestina. Situs tersebut di perkirakan berumur 7000 tahun. Asal mula terbentuknya suatu desa masih menjadi spekulasi. Kajian ini baru dimulai pada abad ke-19. “masyarakat desa”  adalah sekelompok manusia yang bermukim secara menetap dalam wilayah tertentu yang mencakup tanah pertanian biasanya dikuasai secara bersama-sama.
Sir Henry Maine(1822-1888) yang melakukan studi pada masyarakat india. Masyarakat desa berawal dari sekelompok orang yang memilii ikatan keluarga kemudian mereka membuka pemukiman secara menetap di suatu lokasi. Kemudian mereka bercabang-cabang lagi membentuk keluarga yang lebih kecil akibat fertilitas. setiap keluarga memiliki hak tanah untuk di garap. Jika ada beberapa keluarga yang musnah maka, hak atas tanah menjadi milik bersama. Para ahli sosiologi-antropologi berpendapat bahwa stuktur dan evolusi pemukiman manusia pada umumnya dan komunitas berkaitan erat dengan perkembangan historis, ekologis, sosip-politik, ekonomi, dan kondisi lain yang berbeda dari satu tempat ke tempat yang lain.
Berdasarkan kepemimpinan Max Weber mengelompokan menjadi dua yakni:
1.      Kepemimpinan Kharismatik
Pemimpin kharismatik adalah pemimpin yang memiliki kekuatan luar biasa. Cara memperoleh kekuatan ini biasanya dengan jalan supranatural.
2.      Kepemimpinan Tradisional
Kepemimpinan ini sesuai tradisi masyarakat dan bersifat turun-temurun.
3.      Kepemimpinan Rasional/Legalitas
Dalam kepemimpinan ini pemimpin dipilih berdasarkan jenjang pendididkan formal.
Dari beberapa pola kepemimpinan ini. Biasanya yang berlaku dalam kepemimpinan desa adalah kepemimpinan tradisional. Akan tetatpi sejak berlakunya UU no.32 tahun 2004 masyarakat desa di paksa untuk melakukan pemilihan pemimpin untuk menunjukan asa demokrasi.




BAB II
MASYARAKAT DESA DI INDONESIA SEBELUM JAMAN KEMERDEKAAN

2.1  Desa Tradisional di Pulau Jawa
Studi atau historis masyarakat desa diindonesia sebelum memasuki jaman kemerdekaan sangatlah sedikit. Perhatian studi-studi ini lebih terpusat pada kehidupan istana. Kalaupun ada mereka hanya membahas sekilas tentang tehnik budidaya tanaman, irigasi, penguasaan tanah, keagamaan, dan lain sebagainya.
Lekerkerker berpendapat bahwa ketika bangsa hindu dating ke pulau jawa pada awal masehi, mereka menemukan organisasi desa dengan hak-hak asli pribumi atas penguasaan tanah. Pendapat lain dating dari Van Sette Van Der Meer yang juga memperkuat pendapat diatas yakni untuk mengusai tanah awal, bersumber dari kerja seseorang untuk membuka hutan atau tanah-tanah yang sebelumnya tak tergarap. Hal ini sejalan juga dengan penguasaan terhadap hasil karya seperti saluran irigasi atau sebagainya.  Lantas yang ada pada masyarakat jawa penguasaan yang seperti apakah? Individual atau secara komunal? Ataukah kedua-duanya? Dalam karya lain Van Deer Meer juga mengatakan bahwa tanah yang baru di buka dinamakan bakalan. Hak kepemilikan individual berlaku terhadap petani pionir. Ia diberi waktu tiga tahun untuk membangun dan mencetak sawah sebelum pantas di kenakan pajak. Jika pembukaan sawah dilakukan secara bersama-sama maka sawah tersebut merupakan milik bersama. Sebagai contoh jika suatu masyarakat menbuka lahan pertanian dan pemukiman baru maka  selain mereka membuka desa baru mereka juga memiliki sawah/lahan pertaniat milik desa yang di buka oleh masyarakat tersebut. hak milik lahan pertanian ini adalah hak milik komunal. Di jawa hak-hak penguasaan selalu terjepit dalam pembatasan-pembatasan secara adat.
Van Der Meer mengatakan bahwa pemilik sawah, petani bebas, atau penduduk inti sebagai keturunan dari para pendiri yang  mula pertama membuka tanah, merupakan lapisan elite desa yang dikenal sebagai anak tjani atau kulina. Masyarakat desa kuna yang terdiri dari kolompok-kelompok yag mempunyai pertalian secara keluarga telah memiliki batas territorial yang sangat jelas. Eindresume mengatakan bahwa komunalitas penguasaan tanah di Jawa Tengah dan Jawa Timur masih dibandingkan di Jawa Timur.
Penguasaan tana di desa tradisional dikenal dengan nama beschikkingsrecht yang artinya hak pertuanan atau hak ulayat. Dua unsure utama yang memberikan cirri khas antara lain:
o   Tidak ada kekuasaan untuk memindah tangankan tanah
o   Terdapat interaksi antara hak komunal dan hak individu.
Orang asing tidak mempunyai hak untuk mengusasai suatu desa. Pendapat mengenai hal di atas di kemukakan oleh Van Vollenhoven. Pengalihan hak atas tanah hanya boleh dilakukan kepada penduduk desa atau akan di kembalikan kepada komunal. Erick Wolf menyebut mereka sebagai komunitas korporasi tertutup. Karena memberikan hak-hak istimewa hanya kepada warganya saja. Mereka juga menghambat hubungan social masyarakat yang lebih luas.

2.2  Masa Kolonial
Pada akhir masa kerajaan mataram system penguasaan tanah di bagi berdasarkan system apage yaitu, dimana tanah itu merupakan suatu hadiah dengan syarat wajib membayar upeti kepada penguasa pusat. Upeti tersebut berupa hasil bumi.
Peranan pejabat ini sedikit-demisedikit berubah ketika VOC dating pada tahun 1677. Monopoli perdagangan dimulai. Perdasarkan hasil kesepakatan bahwa hasil pertaniat di serahkan kepada VOC sebelum di serahkan kepada raja. Pada abad ke-19 VOC bangkrut dan digantikan oleh pemerintahan Belanda. Namun dampak yang siknifikan terhadap masyarakat desa baru terasa ketika Inggris menggantikan Belanda tahun 1811-1816. Sampai dengan kembalinya bangsa Belanda lagi.
Culture stelsel pada tahun 1830 oleh Van den Bosch ini sangat terasa. Dimama para petani wajib menanam komoditi eksport seperti cengkeh dsb. Pada tahun 1870 lahirlah undang-undang tentang agrarian. Dimana perusahaan swasta dapat memperoleh tanah yang luas dan murah dengan sewa jangka panjang yang murah. Perkembangan perkebunan yang dimiliki oleh pihak asing ini menjadikan masyarakat Indonesia sebagai buruh. Kesejahteraan masyarakat pedesaan kian merosot.
Pada tahun 1902 pemerintah Belanda membentuk panitia penyidik kemiskinan. Lalu mengeluarkan kebijakan baru yang bernama “politik etis” dengan tokohnya C.Th. Van Deventer. Pemerintah memperbaiki melalui enam bidang yakni:
1.    Irrigasi                    4. Perkreditan
2.    Reboisasi                5. Kesehatan
3.    Pendidikan             6. Transmigrasi
Tanah bukan saja merupakan suatu sumberpenghidupan melainkan juga berfungsi sebagai symbol status. Studi historis banyak menemukan bahwa masyarakat jawa tengah terdapat stratifikasi social yang didasarkan atas penguasaan tanah. Tiga lapisan utama itu adalah kelompok utama dikenal tiga istilah yakni Gogol, Kuli Kenceng dan sikep ngarep. Merupakan warga inti yakni keturunan pembuka tanah di masa lampau. Mereka menguasai tanah, rumah dan pekarangan. Mereka juga memiliki hak penuh sebagai warga desa. Kelompok kedua yaitu indung yang mempunyai rumah atau tanah tetapi mereka tidak me,iliki kewajipan penuh. Kelompok ke tiga yaitu numpang. Mereka tidak mempunyai apapun atas kepemilikan tanah dan rumah juga tidak memiliki status warga desa. Dalam stratifikasi social mereka tergolong stratifikasi terendah. Mereka umumnya merupakan pelayan atau buruh tani.


Tugas Kelompok


Oleh
RONA NOVITASARI                 (071017049)       
WAHYU PRAMONO P              (071017050)
SITI FARHA                              (071017052)



PROGRAM STUDI ANTROPOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS AIRLANGGA
Surabaya, Jawa Timur
2012
Faktor yang mempengaruhi fertilitas jauh lebih rumit dari pada yang mempengaruhi mortalitas

Faktor-faktor yang mempengaruhi fertilitas antara lain:
  1. Biaya hidup yang tinggi
  2. Perbaikan status & kedudukan perempuan
  3. Norma, adat-istiadat, mitos.tabu
  4. Tingkat mortalitas menurun
  5. Sikap sekuler & rasional    
           
Faktor-faktor yang mempengaruhi mortalitas adalah
1.      Sosial-ekonomi
2.      Adat-istiadat
3.      Kesehatan

 Salah satu ukuran kematian yang cukup menjadi perhatian adalah jumlah kematian bayi. Jumlah kematian bayi ini dipublikasikan dengan sebuah indikator yang disebut angka kematian bayi (IMR). Di Indonesia, IMR telah mengalami penurunan dari 142 pada 1967-1971 menjadi 46 pada periode 1992-1997. Penurunan IMR yang drastis ini menyembunyikan perbedaan IMR antar daerah geografis dan kalangan sosial ekonomi yang berbeda. Data dinas kependudukan menyebutkan perbedaan IMR antara perkotaan dan pedesaan semakin melebar, sekitar 42% lebih tinggi di daerah pedesaan dibanding daerah perkotaan.
Gwatkin (2000) mengindikasikan bahwa perbedaan IMR di Indonesia berhubungan dengan kondisi sosial ekonomi yang diukur dengan tingkat kekayaan dan rasio penduduk miskin. Kawachi (1994) dalam Poerwanto dkk.(2003) mengemukakan bahwa pada kenyatannya kalangan dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah memiliki resiko kematian yang lebih tinggi. Sehingga kebijakan pemerintah dalam memperbaiki fasilitas kesehatan dalam rangka menurunkan perbedaan sosial ekonomi antar daerah sangat berpengaruh terhadap penurunan kematian bayi. Kebijakan pemerintah tentang penghapusan biaya persalian untuk masyarakat bawah dan menengah rupanya sangat ampuh untuk menurunkan angka mortalitas. Akan tetapi ini akan menaikan angka fertilitas.
Budaya juga mempunyai peranan penting dalam mortalitas dan fertilitas. Beberapa budaya di Indonesia sangat mendukung fertilitas. sebagai contoh ada suatu masyarakat yang mengharuskan sebuah keluarga mempunyai anak laki-laki. Jadi, keluarga tersebut akan berusaha untuk melahirkan seorang anak laki-laki. Faktor pendukung fertilitas yang sulit dihindari juga yakni rendahnya usia kawin. Sedangkan faktor pendukung mortalitas lebih mudah untuk di hambat. Untuk faktor kesehatan dan kemiskinan pemerintah telah mengeluarkan JAMKESMAS dan JAMKESDA. Jaminan kesehatan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat dan daerah ini berupa penghapusan biaya pengobatan untuk kalangan masyarakat tidak mampu.

LUKISAN MENDALAM


BAB I
Lukisan Mendalam Menuju Sebuah Teori Interpretatif Tentang Kebudayaan

Definisi kebudayaan dewasa ini masih di perdebatkan oleh beberapa ahli. Clyde Kluckhohn dalam bukunya mirror for man mencoba mendefinisikan kebuyaan sebagai berikut:
1.      Keseluruhan cara hidup suatu masyarakat
2.      Warisan social yang di peroleh individu oleh kelompoknya
3.      Suatu cara berpikir, rasa dan percaya
4.      Suatu abstraksi dari tingkah laku
5.      Suatu teori pada pihak antropolog tentang cara suatu kelompok masyarakat nyatanya bertingkah laku
6.      Suatu gudang untuk mengumpulkan hasi belajar
7.      Suatu standart orientasi pada masalah yang sering berlangsung
8.      Tingkah laku yang dipelajari
9.      Suatu mekanisme untuk penataan tingkah laku secara normative
10.  Suatu teknik untuk menyesuaikan baik dengan lingkungan luar maupun orang lain
11.  Suatu endapan sejarah
(Tafsir Mendalam, Cliford G 1992:4)
Sedangkan menurut pendapat Max Weber, manusia merupakan seekor banatang yang tergantung pada jaringan-jaringan makna yang ia tenun sendiri. Jaringan-jaringan itu yang disebut budaya. Buda bukan merupakan ilmu eksperimental, yang jika diadakan uji lab akan menemukan hukumnya. Budaya merupakan ilmu interpretative untuk mencari makna dibalik tingkah pola berperilaku suatu masyarakat. Cliford G lebih condong kepada pendapat ini.
Praktisi di lapangan yang biasa kita kenal dengan etnografi. Pengerjaan etnografi adalah menetapkan hubungan, menyeleksi informan-informan, mentranskrip teks-teks, mengambil silsilah-silsilah, memetakan sawah-sawah, mengisi sebuah buku harian dan seterusnya. Namun, menjadikan sebuah etnografi sebagai sebuah karya ilmiah bukanlah hal yang gampang. Penulis perlu memahami makna simbolik yang ada dalam suatu masyarakat.
Diskusi Ryle tentang”lukisan mendalam” tampil dalam sebuah esai baru-baru ini. Pemaknaan symbol dalam suatu masyarakat bukanlah hal yang mudah. Setiap masyarakat memiliki symbol yang khas. Symbol ini kebanyakan hanya berlaku di masyarakat tersebut. symbol-simbol yang digunakan dalam komunikasi ini bersifat di sengaja dan kepada seseorang yang khusus. Seseorang yang khusus ini di maksudkan kepada orang yang mengerti makna symbol yang komunikan gunakan. Biasanya symbol berfungsi untuk menyampaikan pesan yang khusus. Sesuai dengan sandi-sandi yang disepakati bersama.
Suatu karya etnografi merupakan lukisan mendalam. Oleh sebab itu suatu karya etnografi biasanya menggunakan thick descriptions. Sesuatu nyata yang dihadapi oleh etnografer adalah sebuah keanekaragaman yang kompleks. Dari sinilah yang nantinya akan muncul konsep-konsep baru. Jadi, seorang etnografer bisa dibilang menginterpretasi suatu masyarakat dengan menggunakan pendekatan emik. Kebudayaan tidak hanya tertanam dalam fikiran manusia. Walaupun tidak semua kebudayaan berwujud fisik tapi kebudayaan bukanlah sebuah entitas yang tersembunyi.
Beberapa antropolog masih memperdebatkan masalah subjektif dan obyektif. Subjektif yang dimaksud para antropolog yakni hampir semua data tentang kebudayaan masa lalu bersumber dari informan. Disini memungkinkan ada bukti fisik akan tetapi keterangan informanlah yang dianggap penting untuk menjelaskan kebudayaan itu. Nantinya kita akan tahu perkembangan suatu budaya di suatu daerah. Objektifitas dini adalah. Kita tidak hanya bersumber pada satu informan. Kita mengambil beberapa informan lalu menarik kesamaan dari hasil wawancara tersebut dan menyimpulkan.
Antropologi kontemporer masih memperdebatkan reaksi terhadap sebuah kekacauan yang banyak diyakini saat ini. Menurut pendapat Ward Goodenought kebudayaan dalam hati dan pikiran manusia. Aliran pemikiran ini berpendapat kebudayaan terstruktur dari struktur-struktur psikologi individu atau kelompok yang kemudian mengarah kepada tingkah laku. Kebudayaan merupakan algoritma etnografis yang memungkinkan suatu masyarakat dipandang sebagai penduduk asli.
Pendekatan verstehen tentang “analisis emik” sehingga sering dikatakan bahwa antropologi merupakan ilmu untuk mempelajari dan mengeksplore masyarakat. Analis emik adalah analisi yang mengkaji dari sudut pandang masyarakat yang kita teliti. Dari sini kita memulai dengan penafsiran tentang apa yang disampaikan para informan kita. Lalu kita pikirkan dan kita tata semua.
Disini tugas utama seorang etnografer adalah mengamati, merekam dan menganalisis. Ini akan menjadi sulit karena seperti apa yang coba kita tuliskansangat berhubungan khusus. Tetapi kita bukanlah pelaku. Dan kita memiliki akses sebagian kecil. Oleh sebab itu informan sangat dibutuhkan untuk menggiring kita kedalam pemahaman mereka tentang apa yang sedang kita teliti.
Ilmu itu terus berkembang dan terus di sempurnakan. Suatu gagasan tentang suatu ilmu tidak serta-merta diciptakan. Gagasan teoritis tidak diciptakan kembali seluruhnya dalam tiap-tiap studi. Gagasan –gagasan itu diangkat dari gagasan lain yang berhubungan dan di perhalus dengan suatu proses penyempurnaan. Pendekatan interpretative yang dewasa ini di kembangkan oleh antropologi interpretative bukanlah menjawab pertanyaan-pertanyaan yang mendalam, melainkan menyediakan jawaban-jawaban yang telah diberikan oleh orang lain.




BAB VII
Permainan Mendalam
Catatan Tentang Sabung-Ayam di Bali

1.        Penggerebekan  
Dalam subab ini mencerita tentang pengalaman pertamanya di Pulau bali. Hal yang dianggap pemerintah sebagai sesuatu yang melanggar Undang-undang RI, di Bali hal ini menjadi sebuah kebiasaan. Penggerebekan yang dilakukan pihak kepolisian tidak bisa menghapuskan sabung ayam di bali.

2.        Jago & Manusia
 Bali sebagai tempat yang baik untuk studi mitologi, seni, ritus, organisasi social, pola-pola pengasuhan anak,bentuk-bentuk hokum,bahkan gaya-gaya trans. Kegiatan sabung ayam dianggap penting di Bali. Perayaan hari-hari penting di Bali tidak akan terlaksana tanpa sabung ayam. Bahkan seseorang pemilik ayam lebih mengutamakan perawatan terhadap ayamnya dari pada yang lain. Bagi orang bali terdapat hubungan psikologis antara pemilik ayam dengan ayamnya. Faktanya dalam masyarakat bali Ayam Jago merupakan symbol jantan par axcellent agaknya tidak meragukan. “sabung” kata untuk ayam jantan sudah ada sejak 922 M. secara metaforis mengartikan pahlawan, serdadu, pemenang, calon politis, jejaka, pesolek, pembunuh-perempuan, atau orang kuat.
Beberapa kehidupan masyarakat bali dibaratkan dengan ayam jago. Seperti orang yang angkuh. Dibaratkan ayam jago tanpa ekor yang bersolek layaknya memiliki ekor. Bentuk pulau Bali pun menyerupai ayam jago kecil yang di bandingkan bentuk pulau Jawa yang besar dan tidak beraturan.
Ayam jago diletakkan di pekarangan rumah dengan kurungan terbuat dari anyaman bamboo. Kurungan ini diletakan berpindah-pindah untuk mendapatkan sinar matahari secara optimal. Ayam jago ini di berikan perlakuan khusus untuk menjaga stamina dan fisiknya. Ayam-ayam ini persiapan upacara dengan air suam-suam kuku, jamu-jamuan dan bawang. Tempat-tempat peribadatan tidak akan resmi tanpa sabung ayam.

3.        Pertarungan
Pertandingan diadakan di sebuah ring dengan luas lima puluh kaki persegi. Biasanya diadakan menjelang tengah hari. Berlangsung tiga sampai empat jam sampai matahari terbenam. Terdiri dari Sembilan pertandingan. Berlangsung sesuai dengan pola umum. Ayam yang kalah menjadi milik pemenang. Tidak jarang penyabung ayam membawa pulang sampai 12 ekor ayam. Senjata yang biasanya digunakan ayam-ayam jago ini terletak dikuku. Senjata ini dinamakan taji. Taji ini hanya boleh di asah waktu gerhana bulan atau bulan tidak penuh. Jika jago-jagonya tidak mau bertarung maka mereka akan dikurung dalam satu kurungan.

4.        Taruhan & Uang Tunai
Taruhan ada dua jenis. Yang pertama taruhan di tengah-tengah atau toh ketengah dan taruhan di pinggir ring atau toh kesasi. Dari dua jenis taruhan ini masih di bedadakan menjadi beberapa bentuk. Sesuai dengan kesepakatan antar petaruh. Taruhan yang paling besar ada taruhan di tengah-tengah dan melibatkan kedua pemilik juga wasit sebagai pengawas. Taruhan di pinggir lebih merupakan perjanjian-perjanjian yang nantinya akan dibayar setelah pertandingan usai. Jadi bukan merupakan uang cash seperti pertaruhan yang ada di tengah ring.

5.        Bermain dengan Api
Sabung ayam sangat bermakna di masyarakat Bali. Faktanya orang yang kalah dalam sabung ayam akan mengalami tekanan psikis. Penyesalan akan dating kepada pemilik ayam jago itu. Beberapa fakta tentang sabung ayam diantaranya:
a.       Seorang laki-laki sebenarnya tidak pernah bertaruh melawan jago milik amggota kelompok yang semarga.
b.      Jika kelompok kerabat tidak terlibat, anda akan mendukung sebuah kelompok kerabat gabungan melawan suatu kelompok yang bukan gabungan.
c.       Jika jago berasal dari satu desa dan lawannya berasal dari desa lain maka anda akan mendukung jago yang berasal dri satu desa.
d.      Jago yang berasal dari desa tertentu hampir merupakan jago favorit.
e.       Hampir semua pertandingan secara sosiologis relevan.
f.       Jarang mendapatkan jago dari kelompok yang sama.
g.      Kedua kubu yang bertarung akan saling tolong-menolong agar jago dari mereka menang.
h.      Koalisi pertaruhan pusat hanya dibentuk oleh koalisi sekutu structural.
i.        Hutang-piutang dalam pertaruhan ini selalu didapatkan radi kawan dan peminjaman ini berdasarkan pada kesepakatan.
j.        Jika jago bersikap netral dan kita mendukung maka kita tidak boleh meminta sanak saudara untuk mendukung jagoan itu.
k.      Kata khusus yang tidak dikehendaki dari pertaruhan adalah “maafkan saya”
l.        Hubungan social yang sewajarnya kerap kali di tandai oleh salah satu musuh-musuh yang mendukung ayam orang lain.
m.    Dalam situasi-situasi sulit dimana seorang laki-laki terikat pada dua kesetiaan ayang sama ia cenderung ngluyur minum kopi.
n.      Orang-orang yang ikut pada pertaruhan pusat sebenanya selalu mengarahkan pada anggota kelompoknya. Ex. Keluarga, tetangga satu desa dll
o.      Uang adalah perkara ke dua. Yang penting bagi penyabung ayam adalah faktor kepuasan mereka.
p.      Anda mesti bertaruh untuk kelompok kita sendiri. Sebenarnya ini merupakan faktor loyalitas.
q.      Semua orang telah sadar bahwa pertaruhan ini seperti bermain dalam api tapi tidak terbakar

2.        Bulu, Darah, Kerumunan & Uang
Cliford G mengatakan bahwa apa yang menjauhkan sabung ayam dari arus kehidupan biasa, mengangkat dari dunia peristiwa praktis sehari-hari, dan mengelilingi sebuah pancaran nilai yang penting. Seperti yang dianggap sosiologi fungsionalis bahwa sabung ayam meperkuat disksiminasi-diskriminasi status, melainkan sabung ayammenyediakan sebuah komentar meta rasioanal tentang seluruh persoalan yamg menyusun umat manusia ke dalam peringkat-peringkat hirarkis yang ketat kemudian menata bagian kelompok kehidupan kolektif.

3.        Mengatakan Sesuatu dari Sesuatu
Mengutip pendapat aristoteles “saying something of something”. Sabung ayam bukan merupakan perbuatan terlarang di masyarakat bali. Akan tetapi lebih kepada ritus. Rutus ini merupakan warisan adat yang harus dijaga.