Selasa, 12 Maret 2013

Perubahan masyarakat

-->
PERUBAHAN MERUPAKAN SEBUAH PROSES
(pendahuluan)


Dalam pendahuluan buku ini membahas makna dari perubahan sebagai suatu proses. Perubahan dipengaruhi oleh beberapa faktor pendorong dan penghambat. Beberapa antropolog barat memfokuskan penelitian mereka pada subjek perubahan dalam perilaku manusia. Ini didasari oleh perubahan yang sangat cepat di abad 21. Para ahli antropologi berpandangan bahwa perilaku yang ada saat ini bersumber dari masa lalu. Semua itu akan mengalami perubahan mendekati kesempurnaan itu sendiri.
Buku ini menjawab tentang perubahan merupakan sebuah proses dalam pandangan antropologi. Buku ini menekankan pada aspek perubahan social-budaya. Buku ini juga dipakai oleh beberapa disiplin ilmu social di tingkat perguruan tinggi. Dalam buku ini memberikan jawaban “bagaimana perubahan itu terjadi?” beberapa faktor akan dibahas dalam buku ini. Secara sosiokultural akan membahas pola tingkah-laku manusia dari waktu kewaktu.
Setiap perubahan akan mengalami suatu proses terlebih dahulu. Proses ini kemudian dianggap penting karena akan mengarahkan kemana perubahan ini akan terjadi. Maka dari sini kita bisa menjawab “mengapa perubahan ini terjadi?” pada dasarnya perubahan terjadi dari sesuatu yang bersifat sederhana kepada yang lebih kompleks oleh masyarakat itu sendiri. Perubahan terjadi karena masyarakat yang bersangkutan menganggap itu perlu. Dalam bab-bab selanjutnya akan di bahas secara detail mengenai proses dan perubahan itu sendiri.
Pembelajaran ini akan dipandang penting untuk melihat beberapa masalah yang muncul dalam suatu proses perubahan itu sendiri. Dalam era modern seperti saat ini perubahan sangat pesat. Muncul masyarakat konsumeris. Dari perubahan itu tidak jarang akan muncul beberapa masalah. Terutama berkaitan dengan pergeseran nilai-nilai budaya. Nilai-nilai budaya yang dulunya lebih bersifat local knowledge sekarang lebih bersifat global knowledge. Beberapa masyarakat mulai membuka diri untuk menerima masukan dari luar. Oleh sebab itu dalam buku ini suatu prosesitu dianggap penting.


 

Perkembangan penyakit di benua Afrika


FRAMBUSIA


Treponemal adalah bakteri gram-negatif, motil, berbebtuk ramping dan melekuk-lekuk. Bakteri ini awalnya banyak tumbuh di lingkungan aquatic dan pada hewan. Sel spiroket tersusun atas protoplasma silinder yang tertutup dengan membrane dan dinding sel. Bagian protoplasma silinder dan endoflagela dibungkus dengan lapisan membran(multilayer) yang bersifat fleksibel atau biasa disebut outer sheat. Spesies Treponema adalah T. Pallidium, T. primita, T azotonutricium, T. saccharophilium dll.
Teori ini dinyatakan oleh Hudson(1965) menyatakan bahwa hanya ada satu treponematosis tunggal. Dia menyakini bahwa treponematosis tertua adalah Frambusia berasal dari afrika. Penyakit ini mulai berkembang pada saat migrasi besar-besaran manusia untuk keluar dari afrika. Sedangkan Hackett(1963) dia menyatakan bahwa Treponemal tertua adalah mustbe pinta. Bakteri ini telah beravolusi sejak 10.000 tahun yang lalu. Bakteri ini ditemukan mulai dari afrika sampai pada asia dan amerika. Diestimasikan bahwa evolusi ini dikarenakan kondisi lingkungan yang lembab dan hangat. Tetapi dia sependapat bahwa penyebab penyakit frambusia berasal dari benua afrika.
Frambusia merupakan penyakit infeksi kulit yang disebabkan oleh Treptonema pallidum ssp.pertenue yang memiliki 3 stadium dalam proses manifestasi ulkus seperti ulkus atau granuloma (mother yaw), lesi non-destruktif yang dini dan destruktif atau adanya infeksi lanjut pada kulit, tulang dan perios. Penyakit ini adalah penyakit kulit menular yang dapat berpindah dari orang sakit frambusia kepada orang sehat dengan luka terbuka atau cedera/ trauma (Greenwood, 1994).
Penyakit Frambusia(yaws) pertama kali ditemukan oleh Castellani, pada tahun 1905 yang berasal dari bakteri besar(spirocheta) bentuk spiral dan motil dari famili (spirochaetaceae) dari ordo spirochaetales yang terdiri dari 3 genus yang phatogen pada manusia (treponema, borelia dan leptospira). Spirohaeta mempunyai ciri yang sama dengan pallidum yaitu panjang, langsing”helically coiled”, bentuk spiral seperti pembuka botol dan basil gram negatif. Treponema memiliki kulit luar yang disebut glikosaminoglikan, di dalam kulit memiliki peptidoglikan yang berperan mempertahankan integritas struktur organisme (Jawetz, et al, 2005). Treponema pallidum subspecies perteneu yang menyebabkan frambusia (yaws/puru/pian),
Noordhoek, et al, (1990) mengatakan bahwa terdapat infeksi alamiah yang disebabkan oleh Treponema pallidum terhadap inang (manusia) ditularkan melalui hubungan seksual dan infeksi lesi langsung pada kulit atau membran selaput lendir pada genetalia. Pada 10–20 kasus lesi primer merupakan intrarektal, perianal atau oral atau di seluruh anggota tubuh dan dapat menembus membran selaput lendir atau masuk melalui jaringan epidermis yang rusak.
Spirocheta secara lokal berkembang biak pada daerah pintu masuk dan beberapa menyebar di
dekat nodul getah bening mungkin mencapai aliran darah. Dua hingga 10 minggu setelah infeksi, papul berkembang di daerah infeksi dan memecah belah membentuk ulcer yang bersih dan keras (chancre). Inflamasi ditandai dengan limfosit dan plasma sel yang membuat ruang berupa maculapapular merah di seluruh tubuh, termasuk tangan, kaki dan papul yang lembab, pucat (condylomas) di daerah anogenital, axila dan mulut. (Djuanda, et al., 2007)
Lesi primer dan sekunder ini sangat infeksius karena mengandung banyak spirocheta. Lesi yang infeksius mungkin akan kambuh dalam waktu 3–5 tahun. Infeksi sifilis tetap subklinis dan pasien akan melewati tahap primer dan sekunder tanpa gejala atau tanda-tanda berkembangnya lesi tersier. Pada pasien dengan infeksi laten penyakit akan berkembang ketahap tersier ditandai dengan perkembangan lesi granulommatous (gummas) pada kulit, tulang dan hati; lesi cardiovaskuler (aortitis, aortic aneurysm, aortic value insuffiency). lesi tertier treponema jarang ditemua dan respon jaringan yang meningkat ditandai dengan adanya hypersensitivitas organisme. Treponema yang menahum dan atau laten terkadang infeksi dimata atau sistem saraf pusat (Noordhoek, et al, 1990; Bahmer, et al, 1990)
Pada subspecies pertentu infeksi terjadi akibat adanya kontak berulang antar individu dalam waktu tertentu sehingga memudahkan treponema untuk berkembang biak, infeksi bakteri treponema ssp.parteneu berbentuk spirochetes tersebut ada dijaringan epidermis mudah menular di jaringan kulit lecet atau trauma terbuka. Klasifikasi Frambusia terdiri dari 4 (empat) tahap meliputi pertama (primary stage) berbentuk bekas untuk berkembangnya bakteri frambusia; secondary stage terjadi lesi infeksi bakteri treponema pada kulit; latent stage bakteri relaps atau gejala hampir tidak ada; tertiary stage luka dijaringan kulit sampai tulang kelihatan, (Smith, 2006 ; Greenwood, et al, 1994 ;Bahmer, et al 1990 ; Jawetz, et al., 2005).
Penularan penyakit frambusia dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung (Depkes,2005),yaitu :
1) Penularan secara langsung (direct contact) .
Penularan penyakit frambusia banyak terjadi secara langsung dari penderita ke orang lain. Hal ini dapat terjadi jika jejas dengan gejala menular (mengandung Treponema pertenue) yang terdapat pada kulit seorang penderita bersentuhan dengan kulit orang lain yang ada lukanya. Penularan mungkin juga terjadi dalam persentuhan antara jejas dengan gejala menular dengan selaput lendir.
2) Penularan secara tidak langsung (indirect contact) .
Penularan secara tidak langsung mungkin dapat terjadi dengan perantaraan benda atau serangga, tetapi hal ini sangat jarang. Dalam persentuhan antara jejas dengan gejala menular dengan kulit (selaput lendir) yang luka, Treponema pertenue yang terdapat pada jejas itu masuk ke dalam kulit melalui luka tersebut. Terjadinya infeksi yang diakibatkan oleh masuknya Treponema partenue dapat mengalami 2 kemungkinan:
a) Infeksi effective. Infeksi ini terjadi jika Treponema pertenue yang masuk ke dalam kulit berkembang biak, menyebar di dalam tubuh dan menimbulkan gejala-gejala penyakit. Infeksi effective dapat terjadi jika Treponema pertenue yang masuk ke dalam kulit cukup virulen dan cukup banyaknya dan orang yang mendapat infeksi tidak kebal terhadap penyakit frambusia.
b) Infeksi ineffective. Infeksi ini terjadi jika Treponema pertenue yang masuk ke dalam kulit tidak dapat berkembang biak dan kemudian mati tanpa dapat menimbulkan gejala-gejala penyakit. Infeksi effective dapat terjadi jika Treponema pertenue yang masuk ke dalam kulit tidak cukup virulen dan tidak cukup banyaknya dan orang yang mendapat infeksi mempunyai kekebalan terhadap penyakit
frambusia (Depkes, 2005).
Penularan penyakit frambusia pada umumnya terjadi secara langsung sedangkan penularan secara tidak langsung sangat jarang terjadi (FKUI, 1988).
Penyakit fambusia tidak menyerang jantung, pembuluh darah, otak dan saraf dan tidak ada frambusia kongenital, namun daerah endemis pada musim hujan penderita baru akan bertambah.
Gejala klinis terdiri atas 3 stadium pertama pada tungkai bawah sebagai tempat yang mudah
trauma; masa tunas berkisar antara 3-6 minggu. Kelainan papul yang eritematosa, menjadi
besar berupa ulkus dengan dasar papilomatosa. Jaringan granulasi banyak mengeluarkan serum bercampur darah yang mengandung treponema. Serum mengering menjadi krusta berwarna kuningkehijauan, pembesaran kelenjar limfe regional konsistensi keras dan tidak nyeri. Stadium satu dapat menetap beberapa bulan kemudian sembuh sendiri dengan meninggalkan sikatriks yang cekung dan atrofik. Stadium kedua; dapat timbul setelah stadium pertama sembuh atau sering terjadi tumpang tindih antara stadium satu dan stadium dua (overlapping). (Djuanda, et al., 2007).
Erupsi yang generalisata timbul pada 3 – 12 bulan setelah penyakit berlangsung. Kelainannya berkelompok, tempat predileksi di sekeliling lubang badan, muka dan lipatan-lipatan tubuh. Papulpapul yang milliar menjadi lentikular dapat tersusun korimbiform, arsinar atau numular. Kelainan ini membasah, berkrusta dan banyak mengandung treponema. Pada telapak kaki dapat terjadi keratoderma jalannya seperti kepiting karena nyeri tulang ekstremitas atas dan bawah, spina ventosa pada jari anak-anak, polidaktilitis, sinar rontgen tampak rarefaction pada korteks dan destruksi pada perios, (Jawetz, et al., 2005).
Pada stadium lanjut sifatnya destruktif menyerang kulit, tulang dan persendian meliputi nodus dan
guma, keratoderma pada telapak kaki dan tangan, gangosa dan goundou; menurut Djuanda, et al., (2007) pada fase lanjut ini beberapa istilah pada frambusia stadium lanjut : nodus dapat melunak, pecah menjadi ulkus, dapat sembuh di tengah luka dan meluas ke perifer; guma umumnya terdapat pada tungkai. Mulai dengan nodus yang tidak nyeri, keras, dapat digerakan, kemudian melunak, memecah dan meninggalkan ulkus yang curam (punched out), dapat mendalam sampai ke tulang atau sendi mengakibatkan ankilosis dan deformitas; gangosa: mutilasi pada fosa nasalis, palatum mole hingga membentuk sebuah lubang suaranya khas sengau; goundou : eksositosis tulang hidung dan di sekitarnya, pada sebelah kanan–kiri batang hidung yang membesar; bisa disertai demam; tulang : berupa periostitis dan osteitis pada tibia, ulna, metatarsal dan metakarpal, tibia berbentuk seperti pedang, kiste di tulang mengakibatkan fraktur spontan.
Penyakit ini sangat cepat menyebar melalui ekspansi besar-besaran keluar dari afrika. Bukti nyata darri perkembangan bakteri ini adalah penyakit sifilis pertama ditemukan di eropa. Sifilis merupakan perkembangan dari bakteri penyebab penyakit frambusia.

kEHIDUPAN MASYARAKAT PESISIR PANTAI INDONESIA


KEHIDUPAN MASYARAKAT PESISIR PANTAI



Masyarakat pesisir pantai terkenal dengan perwatakannya yang sangat keras. Ini bukan tanpa sebab, tetapi dikarenakan pola hidup mereka yang sangat tergantung dengan alam. Berikut ini merupakan karakteristik nelayan menurut Afrida dalam jurnal Antropologi 2005 yakni:
Ø  Pendapatan nelayan bersifat harian(daily increments) tidak dapat ditentukan jumlahnya karena pendapatan sangat tergantung oleh musim maupun status nelayan itu sendiri
Ø  Tingkat pendidikan nelayan redah sehingga tidak ada pekerjaan lain yang bisa dilakukan selain meneruskan pekerjaan sebagai nelayan
Ø  Nelayan ,lebih banyak berhubungan dengan ekonomi tukar-menukar dan produksinya tidak berhubungan dengan makanan pokok. Artinya produk perikanan mudah rusak dan harus segera dipasarkan.
Ø  Permodalan perikanan(kenelayanan) membutuhan investasi yang besar dan mengandung resiko dibandingkan dengan sector pertanian.
Ø  Income yang diperoleh setiap harinya oleh nelayan disebabkan pula terbatasnya anggota keluarga yang secara langsung ikut andil dalam faktor produksi.
Karakteristik diatas telah mendarah daging dalam kehudupan nelayan. Walaupun pada musim tertentu pendapatan nelayan sangat tinggi tetapi pada musim-musim berikutnya pendapatan nelayan sangat kecil bahkan tidak ada. Nelayan juga mempunyai pola hidup konsumtif. Jadi, pada saat pendapatan mereka tinggi pola konsumsi mereka juga ikut tinggi. Akan tetapi pada saat pendapatan rendah mereka tetap bertahan hidup dengan cara menjual barang-barang berharga mereka atau hutang-piutang dengan bunga yang sangat tinggi. Hutang piutang ini sangat tidak sehat. Bunga yang ditawarkan oleh pemilik uang sebesar 20-50% jika dibayar dengan tetap waktu. Apabila ada keterlambatan pembayaran maka akan di kenakan denda sesuai kesepakatan. Inilah yang menyebabkan nelayan tetap berada dalam garis kemiskinan.
Berdasarkan pengetahuan saya saat PKL Perubahan masyarakat dan kebudayaan di pesisir pantai utara Tuban. Rumah nelayan secara visual tampak tidak terawat dan jauh dari kata rumah layak huni. Pendapatan mereka tergantung pada musim dan tidak menentu. Pendapatan mereka yang tergolong pendapatan harian akan habis dalam satu hari itu atau bahkan mereka harus hutang kepada renternir terdekat. Bantuan yang didapat dari pemerintah pun, banyak dari mereka yang tidak mendapatkannya. Bantuan itu hanya di dapatkan oleh beberapa orang yang dekat dengan pemerintahan setempat.
Hubungan patron klien juga bisa dilihat secara nyata pada masyarakat nelayan. Hubungan ini berdasarkan kepemilikan modal maupun kapal. Unsur-unsur sosial yang berpotensi sebagai patron adalah pedagang ikan berskala besar dan kaya, nelayan pemilik (perahu) (orenga, Madura), juru mudi (juragan laut atau pemimpin awak perahu), dan orang kaya lainnya. Mereka yang berpotensi menjadi klien adalah nelayan buruh (pandhiga, Madura) dan warga pesisir yang kurang mampu sumber dayanya. Secara intensif, relasi patron-klien ini terjadi di dalam aktivitas pranata ekonomi dan kehidupan sosial di kampung. Para patron ini memiliki status dan peranan sosial yang penting dalam kehidupan masyarakat nelayan (Kusnadi, 2000). Kompleksitas relasi sosial patron-klien (vertikal) dan relasi sosial horisontal di antara mereka merupakan urat-urat struktur sosial masyarakat nelayan. Dalam aktivitas ekonomi perikanan tangkap di kalangan nelayan Madura misalnya, terdapat tiga pihak yang berperan besar, yaitu pedagang perantara(pangamba’), nelayan pemilik perahu, dan nelayan buruh.
Secara sosial budaya nelayan (klien) akan tetap menjadi klient. Secara ekonomi mereka tidak mampu oleh sebab itu pendidikan mereka sangatlah rendah. Tidak ada  pilihan lain bagi mereka selain belajar berlayar secara otodidak bersama orang tua mereka untuk menyambung hidup mereka kelak. Program pemerintah dari nelayan antara lain:
-          Program kredit
-          Modernisasi alat tangkap
-          Program pemasaran melalui TPI-KUD
Tetapi program tersebut belum dirasakan secara nyata dampaknya sesuai dengan harapan pemerintah. Seperti TPI-KUD yang telah dibangun pemerintah pada tempat-tempat strategis di perkampungan nelayan rupanya kurang diminati para nelayan. Selain harus membayar pajak retribusi, system yang ada dalam TPI tersebut adalah lelang dengan harga yang tidak terlalu tinggi. Nelayan lebih suka menjual hasil tangkapannya kepada tengkulak besar atau dijual langsung ke pasar. Untungnya lebih besar dan tidak perlu membayar pajak retribusi. Tetapi jika ikan sedang banyak harga dari tengkulak sering di monopoli juga.
System gender juga berlaku di kehidupam para nelayan. Pelaut merupakan kaum laki-laki dan perempuan adalah penjual dan pengolah hasil tangkapan. Oleh sebab itu pemegang ekonomi pasar sering diambil alih oleh kaum perempuan. Nelayan juga dibedakan menjadi dua jenis yakni nelayan laut lepas dan nelayan pantai atau pesisir. Nelayan pantai yakni nelayan yang batas tangkapannya yakni sejauh 3 mil. Tetapi faktanya akibat pencemaran yang dilakukan oleh beberapa pabrik di pesisir pantai utara Tuban, nelayan pantai di sana harus mencari ikan dengan kejauhan lebih dari 4 mil dari bibir pantai. Mungkin hal ini belum ada tindakan yang nyata dari pemerintah. Sosialisasi AMDAL untuk perusahaan ternyata tidak menguntungkan, jika belum ada tindakan nyata dari pemerintah. Jika diklasifikasikan maka penyebab permasalahan adalah
1.      Pandangan yang rendah
2.      Stratifikasi yang menimbulkan pembagian yang kompleks
3.      Hubungan patron client yang tidak menguntungkan mengakibatkan kehidupan nelayan dalam lingkaran kemiskinan
4.      Budaya kemiskinan yang melililt masyarakat nelayan, mendorong mereka cenderung bersifat apatis, konsumtif pada saat panen dan berpesta pora yang serba boros.
5.      Pelanggaran dan perebutan jalur tangkapan
6.      Perbedaan pengoperasian alat tangkapan dan kerusakan yang ditimbulkannya


Sumber:
Afrida. 2005. Jurnal Antropologi “Kehidupan sosial-ekonomi masyarakat nelayan di pantai utara pulau jawa tengah”.
Kusnadi. 2010. Makalah ilmiah disampaikan dalam kegiatan JELAJAH BUDAYA TAHUN 2010 ”Kebudayaan masyarakat nelayan”.
Vicar. 2007.”Gambaran kehidupan masyarakat pesisir pantai timur Sumatera”. <http://coastalpoverty.blogspot.com/2008/02/gambaran-kehidupan-masyarakat-pesisir.html>Diakses pada 1 maret 2013 pukul 14.00.
_