Selasa, 12 Maret 2013

kEHIDUPAN MASYARAKAT PESISIR PANTAI INDONESIA


KEHIDUPAN MASYARAKAT PESISIR PANTAI



Masyarakat pesisir pantai terkenal dengan perwatakannya yang sangat keras. Ini bukan tanpa sebab, tetapi dikarenakan pola hidup mereka yang sangat tergantung dengan alam. Berikut ini merupakan karakteristik nelayan menurut Afrida dalam jurnal Antropologi 2005 yakni:
Ø  Pendapatan nelayan bersifat harian(daily increments) tidak dapat ditentukan jumlahnya karena pendapatan sangat tergantung oleh musim maupun status nelayan itu sendiri
Ø  Tingkat pendidikan nelayan redah sehingga tidak ada pekerjaan lain yang bisa dilakukan selain meneruskan pekerjaan sebagai nelayan
Ø  Nelayan ,lebih banyak berhubungan dengan ekonomi tukar-menukar dan produksinya tidak berhubungan dengan makanan pokok. Artinya produk perikanan mudah rusak dan harus segera dipasarkan.
Ø  Permodalan perikanan(kenelayanan) membutuhan investasi yang besar dan mengandung resiko dibandingkan dengan sector pertanian.
Ø  Income yang diperoleh setiap harinya oleh nelayan disebabkan pula terbatasnya anggota keluarga yang secara langsung ikut andil dalam faktor produksi.
Karakteristik diatas telah mendarah daging dalam kehudupan nelayan. Walaupun pada musim tertentu pendapatan nelayan sangat tinggi tetapi pada musim-musim berikutnya pendapatan nelayan sangat kecil bahkan tidak ada. Nelayan juga mempunyai pola hidup konsumtif. Jadi, pada saat pendapatan mereka tinggi pola konsumsi mereka juga ikut tinggi. Akan tetapi pada saat pendapatan rendah mereka tetap bertahan hidup dengan cara menjual barang-barang berharga mereka atau hutang-piutang dengan bunga yang sangat tinggi. Hutang piutang ini sangat tidak sehat. Bunga yang ditawarkan oleh pemilik uang sebesar 20-50% jika dibayar dengan tetap waktu. Apabila ada keterlambatan pembayaran maka akan di kenakan denda sesuai kesepakatan. Inilah yang menyebabkan nelayan tetap berada dalam garis kemiskinan.
Berdasarkan pengetahuan saya saat PKL Perubahan masyarakat dan kebudayaan di pesisir pantai utara Tuban. Rumah nelayan secara visual tampak tidak terawat dan jauh dari kata rumah layak huni. Pendapatan mereka tergantung pada musim dan tidak menentu. Pendapatan mereka yang tergolong pendapatan harian akan habis dalam satu hari itu atau bahkan mereka harus hutang kepada renternir terdekat. Bantuan yang didapat dari pemerintah pun, banyak dari mereka yang tidak mendapatkannya. Bantuan itu hanya di dapatkan oleh beberapa orang yang dekat dengan pemerintahan setempat.
Hubungan patron klien juga bisa dilihat secara nyata pada masyarakat nelayan. Hubungan ini berdasarkan kepemilikan modal maupun kapal. Unsur-unsur sosial yang berpotensi sebagai patron adalah pedagang ikan berskala besar dan kaya, nelayan pemilik (perahu) (orenga, Madura), juru mudi (juragan laut atau pemimpin awak perahu), dan orang kaya lainnya. Mereka yang berpotensi menjadi klien adalah nelayan buruh (pandhiga, Madura) dan warga pesisir yang kurang mampu sumber dayanya. Secara intensif, relasi patron-klien ini terjadi di dalam aktivitas pranata ekonomi dan kehidupan sosial di kampung. Para patron ini memiliki status dan peranan sosial yang penting dalam kehidupan masyarakat nelayan (Kusnadi, 2000). Kompleksitas relasi sosial patron-klien (vertikal) dan relasi sosial horisontal di antara mereka merupakan urat-urat struktur sosial masyarakat nelayan. Dalam aktivitas ekonomi perikanan tangkap di kalangan nelayan Madura misalnya, terdapat tiga pihak yang berperan besar, yaitu pedagang perantara(pangamba’), nelayan pemilik perahu, dan nelayan buruh.
Secara sosial budaya nelayan (klien) akan tetap menjadi klient. Secara ekonomi mereka tidak mampu oleh sebab itu pendidikan mereka sangatlah rendah. Tidak ada  pilihan lain bagi mereka selain belajar berlayar secara otodidak bersama orang tua mereka untuk menyambung hidup mereka kelak. Program pemerintah dari nelayan antara lain:
-          Program kredit
-          Modernisasi alat tangkap
-          Program pemasaran melalui TPI-KUD
Tetapi program tersebut belum dirasakan secara nyata dampaknya sesuai dengan harapan pemerintah. Seperti TPI-KUD yang telah dibangun pemerintah pada tempat-tempat strategis di perkampungan nelayan rupanya kurang diminati para nelayan. Selain harus membayar pajak retribusi, system yang ada dalam TPI tersebut adalah lelang dengan harga yang tidak terlalu tinggi. Nelayan lebih suka menjual hasil tangkapannya kepada tengkulak besar atau dijual langsung ke pasar. Untungnya lebih besar dan tidak perlu membayar pajak retribusi. Tetapi jika ikan sedang banyak harga dari tengkulak sering di monopoli juga.
System gender juga berlaku di kehidupam para nelayan. Pelaut merupakan kaum laki-laki dan perempuan adalah penjual dan pengolah hasil tangkapan. Oleh sebab itu pemegang ekonomi pasar sering diambil alih oleh kaum perempuan. Nelayan juga dibedakan menjadi dua jenis yakni nelayan laut lepas dan nelayan pantai atau pesisir. Nelayan pantai yakni nelayan yang batas tangkapannya yakni sejauh 3 mil. Tetapi faktanya akibat pencemaran yang dilakukan oleh beberapa pabrik di pesisir pantai utara Tuban, nelayan pantai di sana harus mencari ikan dengan kejauhan lebih dari 4 mil dari bibir pantai. Mungkin hal ini belum ada tindakan yang nyata dari pemerintah. Sosialisasi AMDAL untuk perusahaan ternyata tidak menguntungkan, jika belum ada tindakan nyata dari pemerintah. Jika diklasifikasikan maka penyebab permasalahan adalah
1.      Pandangan yang rendah
2.      Stratifikasi yang menimbulkan pembagian yang kompleks
3.      Hubungan patron client yang tidak menguntungkan mengakibatkan kehidupan nelayan dalam lingkaran kemiskinan
4.      Budaya kemiskinan yang melililt masyarakat nelayan, mendorong mereka cenderung bersifat apatis, konsumtif pada saat panen dan berpesta pora yang serba boros.
5.      Pelanggaran dan perebutan jalur tangkapan
6.      Perbedaan pengoperasian alat tangkapan dan kerusakan yang ditimbulkannya


Sumber:
Afrida. 2005. Jurnal Antropologi “Kehidupan sosial-ekonomi masyarakat nelayan di pantai utara pulau jawa tengah”.
Kusnadi. 2010. Makalah ilmiah disampaikan dalam kegiatan JELAJAH BUDAYA TAHUN 2010 ”Kebudayaan masyarakat nelayan”.
Vicar. 2007.”Gambaran kehidupan masyarakat pesisir pantai timur Sumatera”. <http://coastalpoverty.blogspot.com/2008/02/gambaran-kehidupan-masyarakat-pesisir.html>Diakses pada 1 maret 2013 pukul 14.00.
_

Tidak ada komentar: